Jumat, 09 Juni 2017

Al-Qur'an, Hadis, dan Ijtihad


Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh

Alhamdulillah saya masih bisa diberikan kesempatan kembali untuk mengisi blog ini,
puji syukur saya panjatkan kepada Allah Swt. atas rahmat, rezeki dan berkahnya..
baiklah, untuk kali ini.. saya akan membahas materi  mengenai Al-Qur'an, Hadis, dan Ijtihad.
yukk kita bahas...


A.   Memahami Al-Qurān, Hadis, dan Ijtihād sebagai Sumber Hukum Islam Sumber hukum Islam
merupakan suatu rujukan, landasan, atau dasar yang utama dalam pengambilan hukum Islam. Ia menjadi pokok ajaran Islam sehingga segala sesuatu haruslah bersumber atau berpatokan kepadanya. Ia menjadi pangkal dan tempat kembalinya segala sesuatu. Ia juga menjadi pusat tempat
mengalirnya sesuatu. Oleh karena itu, sebagai sumber  yang baik dan sempurna, hendaklah ia memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya adalah al-Qur’ān dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Benar artinya al-Qur’ān mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang yang sebenarnya. Mutlak artinya al-Qur’ān tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan. Adapun yang menjadi sumber hukum Islam yaitu: al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihād. Al-Qur’ānul Karim
 1. Pengertian al-Qur’ān

Dari segi bahasa, al-Qur’ān berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qirā’atan – qur’ānan, yang berarti sesuatu yang dibaca atau bacaan. Dari segi istilah, al-Qur’ān adalah  Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam mus¥af, dimulai dengan surah al-Fātihah dan diakhiri dengan surah an-Nās, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia. Allah Swt. berfirman:
Artinya:  “Sungguh, al-Qur’ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S. al-Isrā/17:9)
2. Kedudukan al-Qur’ān sebagai Sumber Hukum Islam Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’ān memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Ia merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’ān:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”  (Q.S. an-Nisā’/4:59)
Dalam ayat yang lain Allah Swt. menyatakan:
Artinya: “Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’ān) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau   mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisā’/4:105) Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: “... Amma ba’du wahai sekalian manusia, bukankah aku sebagaimana manusia biasa yang diangkat menjadi rasul dan saya tinggalkan bagi kalian semua dua perkara utama/besar, yang pertama adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/penerang, maka ikutilah kitab Allah (al-Qur’an) dan berpegang teguhlah kepadanya ... (H.R. Muslim) Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa al-Qur’ān adalah kitab yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. Al-Qur’ān sumber dari segala sumber hukum baik dalam konteks kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Namun demikian, hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab Suci al-Qur’ān ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, dan ada yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk memahaminya.
3. Kandungan Hukum dalam al-Qur’ān  Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’ān ke dalam tiga bagian, yaitu seperti berikut.
                                                                                        
 a.Akidah atau Keimanan Akidah atau keimanan adalah keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati. Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib yang terangkum dalam rukun iman (arkānu ³mān), yaitu iman kepada Allah Swt. malaikat, kitab suci, para rasul, hari kiamat, dan qada/qadar Allah Swt.
b. Syari’ah atau Ibadah Hukum ini mengatur tentang tata cara ibadah baik yang berhubungan langsung dengan al-Khāliq (Pencipta) yaitu Allah Swt. yang disebut dengan ‘ibadah ma¥«ah, maupun yang berhubungan dengan sesama makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu ma¥«ah. Ilmu yang mempelajari tata cara ibadah dinamakan ilmu fikih.
-1)  Hukum Ibadah Hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan ibadah yang sesuai dengan ajaran Islam. Hukum ini mengandung perintah untuk mengerjakan śalat, haji, zakat, puasa dan lain sebagainya.
-2)  Hukum Mu’amalah Hukum ini mengatur interaksi antara manusia dengan sesamanya, seperti hukum tentang tata cara jual-beli, hukum pidana, hukum perdata, hukum warisan, pernikahan, politik, dan lain sebagainya.
 c. Akhlak atau Budi Pekerti Selain berisi hukum-hukum tentang akidah dan ibadah, al-Qur’ān juga berisi hukum-hukum tentang akhlak. Al-Qur’ān menuntun bagaimana seharusnya manusia berakhlak atau berperilaku, baik akhlak kepada Allah Swt., kepada sesama manusia, dan akhlak terhadap makhluk Allah Swt. yang lain. Pendeknya, akhlak adalah tuntunan dalam hubungan antara manusia dengan Allah Swt.– hubungan manusia dengan manusia – dan hubungan manusia dengan alam semesta. Hukum ini tecermin dalam konsep perbuatan manusia yang tampak, mulai dari gerakan mulut (ucapan), tangan, dan kaki.    Hadis atau Sunnah
1. Pengertian Hadis atau Sunnah Secara bahasa hadis berarti perkataan atau ucapan. Menurut istilah, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Hadis  juga dinamakan sunnah. Namun demikian, ulama hadis membedakan hadis dengan sunnah. Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw., sedangkan sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum Islam. Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah saw. terdiri atas beberapa bagian yang saling terkait satu sama lain. Bagian-bagian hadis tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
 a. Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadis dari Rasulullah saw. sampai kepada kita sekarang.
b. Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw. c. Rawi, adalah orang yang meriwayatkan hadis.
2. Kedudukan Hadis atau Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah alQur’ān. Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam alQur’ān, yang harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt:
Artinya : “... dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-¦asyr/59:7)
Demikian pula firman Allah Swt. dalam ayat yang lain:
Artinya: “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menaati Allah Swt. Dan barangsiapa berpaling (darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisā’/4:80) Nah, kamu sudah paham, bukan, tentang peran penting hadis sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’ān? Sekarang mari kita lihat kedudukan hadis terhadap sumber hukum Islam pertama yaitu al-Qur’ān.
3.  Fungsi Hadis terhadap al-Qur’ān Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah Allah Swt. bertugas menjelaskan ajaran yang diturunkan Allah Swt. melalui al-Qur’ān kepada umat manusia. Oleh karena itu, hadis berfungsi untuk menjelaskan (bayan) serta menguatkan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’ān. Fungsi hadis terhadap al-Qur’ān dapat dikelompokkan sebagai berikut.
 a. Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’ān yang masih bersifat umum Contohnya adalah ayat al-Qur’ān yang memerintahkan śalat. Perintah śalat dalam al-Qur’ān masih bersifat umum sehingga diperjelas dengan hadis-hadis Rasulullah saw. tentang śalat, baik tentang tata caranya maupun jumlah bilangan raka’at-nya. Untuk menjelaskan perintah śalat tersebut misalnya keluarlah sebuah hadis yang berbunyi, “Śalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku śalat”. (H.R. Bukhari)
b. Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-Qur’ān Seperti dalam al-Qur’ān terdapat ayat yang menyatakan, “Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka berpuasalah!” Maka ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadis yang berbunyi, “... berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya ...” (H.R. Bukhari dan Muslim)
 c. Menerangkan maksud dan tujuan ayat Misal, dalam Q.S. at-Taubah/9:34 dikatakan, “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah Swt., gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih!” Ayat ini dijelaskan oleh hadis yang berbunyi, “Allah Swt. tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati.” (H.R. Baihaqi)
 d. Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’ān Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam al-Qur’ān, diambil dari hadis yang sesuai. Misalnya, bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang menikahi saudara perempuan istrinya. Maka hal tersebut dijelaskan dalam sebuah hadis Rasulullah saw :
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Dilarang seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan dengan saudara dari ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.” (H.R. Bukhari)
4. Macam-Macam Hadis Ditinjau dari segi perawinya, hadis terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu seperti berikut.
 a. Hadis Mutawattir Hadis mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi, baik dari kalangan para sahabat maupun generasi sesudahnya dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat dusta. Contohnya adalah hadis yang berbunyi:
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya adalah neraka.” (H.R. Bukhari, Muslim)
 b. Hadis  Masyhur Hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang tidak mencapai derajat mutawattir namun setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’³n sehingga tidak mungkin bersepakat dusta. Contoh hadis jenis ini adalah hadis yang artinya, “Orang Islam adalah orang-orang yang tidak mengganggu orang lain dengan lidah dan tangannya.” (H.R. Bukhari, Muslim dan Tirmizi)
c. Hadis ayat Hadis ayat adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang perawi sehingga tidak mencapai derajat mutawattir. Dilihat dari segi kualitas orang yang meriwayatkannya (perawi), hadis dibagi ke dalam tiga bagian berikut.
 1) Hadis Śa¥i¥ adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam penelitiannya, sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw., tidak tercela, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya. Hadis ini dijadikan sebagai sumber hukum dalam beribadah (hujjah).
2) Hadis ¦asan, adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat hafalannya, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan. Sama seperti hadis śa¥i¥, hadis ini dijadikan sebagai landasan mengerjakan amal ibadah.
3) Hadis ¬a’³f, yaitu hadis yang tidak memenuhi kualitas hadis śa¥i¥ dan hadis ¥asan. Para ulama mengatakan bahwa hadis ini tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, tetapi dapat dijadikan sebagai motivasi dalam beribadah.
4) Hadis Mau«u’, yaitu hadis yang bukan bersumber kepada Rasulullah saw. atau hadis palsu. Dikatakan hadis padahal sama sekali bukan hadis. Hadis ini jelas tidak dapat dijadikan landasan hukum, hadis ini tertolak. Ijtihād sebagai upaya memahami al-Qur’ān dan Hadis
IJTIHAD SEBAGAI UPAYA MEMAHAMI AL-QUR’AN & HADIS
1.  PENGERTIAN IJTIHAD
Kata ijtihad berasal bahasa Arab ijtihada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan segala kemampuan,bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga , atau bekerja secara optimal. Secara istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan fikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang melakukan ijtihad dinamakan mujtahid.

2. SYARAT-SYARAT BERIJTIHAD 
         Karena ijtihad sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para mujtahid,dimungkinkan hasil ijtihad antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda hukum yang dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat melakukan ijtihad dan menghasilkan hukum yang tepat. Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan ijtihad. 
a.       Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
b.      Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih dan tarkh(sejarah).
c.       Memahami cara merumuskan hukum(istinbat).
d.      Memiliki keluruhan akhlak mulia.

3. KEDUDUKKAN IJTIHAD
Ijtihad memiliki kedudukkan sebagai sumber hukum islam setelah Al-Qur’an dan hadis. Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw :

 “Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’ān).” Lalu Nabi berkata, “Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihādu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw juga mengatakan bahwa seorang yang berijtihad sesuai dengan kemampuannya dan ilmunya, kemudia ijtihadnya benar, maka ia mendapat 2 pahala, dan jika kemudian ijtihadnya itu salah maka ia mendapatkan 1 pahala.

“Dari Amr bin Aś, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihād dalam memutuskan suatu persoalan, ternyata ijtihādnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihād, kemudian ijtihādnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
4. BENTUK-BENTUK IJTIHAD
a. ijma’
ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu ilahi yang berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf al-qur’an yang seperti kita saksikan sekarang ini.
b. Qiyas
qiyas adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat dalam al-qur’an/hadist dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis karena kesamaan sifat atau karakternya. Contohnya adalah mengharamkan hukum minuman keras selain khamr seperti brendy, wisky, topi miring, vodka dan narkoba. Karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamr, yaitu memabukkan.
Khamr dalam al-Qur’an diharamkan, sebagaimana firman Allah  Swt.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (Q.S. al-Maidah/5:90)

c. Maslahah mursalah yaitu penetapan hukum yang menitikberatkan pada kemananfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at islam. Misalkan seseorang wajib mengganti atau membayar kerugian atas kerugian kepada pemilik barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.
Pembagian Hukum Islam
Para ulama membagikan hukum islam dalam 2 bagian yaitu:
  1. Hukum taklifi (tuntutan Allah Swt. yang berkaitan dengan perintah dan larangan)
  2. Hukum wad’i ( perintah Allah Swt. yang merupkan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu.) 
Hukum taklifi terbagi menjadi 5 bagian:
1.    Wajib (fardu)
Yaitu aturan Allah Swt. yang harus dikerjakan, dengan konsekuensi bahwa jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan akan berakibat dosa.
2.    Sunnah (mandub)
Yaitu tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan dengan konsekuensi jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan karena berat untuk melakukannya tidaklah berdosa.
3.    Haram (tahrim)
Yaitu larangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau perbuatan. Konsekuensinya adalah jika larangan tersebut dilakukan akan mendapatkan pahala, dan jika tetap dilakukan, akan mendapat dosa dan hukuman.
4.    Makruh (karahah)
yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan. Makruh artinya sesuatu yang dibenci atau tidak disukai. Konsekuensi hukum ini adalah jika dikerjakan tidaklah berdosa, akan tetapi jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala.
5.    Mubah (al-ibahah)
yaitu sesuatu yang boleh untuk dikerjakan dan boleh untuk ditinggalkan. Tidaklah berdosa dan berpahala jika dikerjakan ataupun ditinggalkan.



Meneladani Prilaku Jujur

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, atas ridho Allah Swt.
 saya dapat mengisi kembali blog ini dengan materi pembahasan yang baru.
kali ini, saya akan membahas tentang jujur
yuk kita simak pembahasannya..

Definisi dan Pengertian Jujur
teman-teman semua pasti sudah tidak asing lagi dengan kata "Jujur" terkadang kita sering melontarkan kata tersebut dan melakukan perbuatan Jujur.. perilaku jujur dapat kita terapkan dimanapun, karena merupakan akhlak terpuji. nah maka dari itu yuk kita bahas pengertian tentang jujur..


Pengertian jujur dilihat dari segi bahasa adalah mengakui, berkata,atau pun memberi suatu informasi yang sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi/kenyataan. Dari segi bahasa, jujur dapat disebut juga sebagai antonim atau pun lawan kata bohong yang artinya adalah berkata tau pun memberi informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran.
jujur merupakan salah satu sifat manusia yang cukup sulit untuk diterapkan. Sifat jujur yang benar-benar jujur biasanya hanya bisa diterapkan oleh orang-orang yang sudah terlatih sejak kecil untuk menegakkan sifat jujur. Tanpa kebiasaan jujur sejak kecil, sifat jujur tidak akan dapat ditegakkan dengan sebenar-benarnya jujur.
Sifat jujur termasuk ke dalam salah satu sifat baik yang dimiliki oleh manusia. Orang yang memiliki sifat jujur merupakan orang berbudi mulia dan yang pasti merupakan orang yang beriman.
Meskipun jujur merupakan sifat dasar manusia, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak yang belum memahami makna kata jujur yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari masih banyaknya orang-orang yang mencampur adukkan sifat jujur dengan sifat kebohongan yang pada akhirnya mendatangkan berbagai macam malapetaka baik bagi dirinya maupun bagi orang lain yang ada di sekitarnya.

Jika diartikan secara lengkap, maka jujur merupakan sikap seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu atau pun fenomena tertentu dan menceritakan kejadian tersebut tanpa ada perubahan/modifikasi sedikit pun atau benar-benar sesuai dengan realita yang terjadi. Sikap jujur merupakan apa yang keluar dari dalam hati nurani setiap manusia dan bukan merupakan apa yang keluar dari hasil pemikiran yang melibatkan otak dan hawa nafsu.
Macam-macam Sifat Jujur dalam Agama Islam
Dalam Agama Islam, setidaknya dikenal lima jenis sifat jujur yang harus dimiliki oleh penganutnya, yaitu :
  1. Shidq Al – Qalbi  (sifat jujur yang penerapannya ada pada niat seorang manusia.)
  1. Shidq Al – Hadits (sifat jujur yang penerapannya ada pada perkataan yang diucapkan oleh manusia.)
  1. Shidq Al – Amal (sifat jujur yang penerapannya ada pada aktivitas dan perbuatan manusia.)
  1. Shidq Al – Wa’d (sifat jujur yang penerapannya ada pada janji yang diucapkan oleh manusia.)
  1. Shidq Al – Hall (sifat jujur yang penerapannya ada pada kenyataan yang terjadi dalam hidup manusia)

 DALIL:





1. Surah At-Taubah ayat 119
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah SWT, dan hendaklah bersama orang-orang yang benar.”
2. Surah Az-Zumar ayat 33
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang yang membawa kebenaran (Nabi Muhammad) dan membenarkannya, maka mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Allah akan mengangkat orang yang bertakwa kepada-Nya, yakni yang mengerjakan yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Karena itu jujur merupakan sikap terpuji yang dianjurkan oleh Allah SWT
3. Surat An-Nahl ayat 105
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
“Sesungguhnya yang mengadakan kebohongan ialah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka adalah orang yang pendusta.”
Umat Islam memiliki kitab suci Al-Quran dan sudah sepatutnya kita menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam hidup, karena itulah kita harus percaya pada ayat Al-Quran termasuk ayat yang menganjurkan kita untuk selalu bersikap jujur dan tidak berdusta.
4. Surat Az-Zumar ayat 60
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ ۚ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ
“Dan pada hari kiamat, kalian akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah yakni mereka mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu terdapat orang-orang yang menyombongkan diri.”
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa orang yang berbuat bohong atau tidak jujur maka ia adalah penghuni neraka dan mereka akan memiliki wajah hitam di akhirat kelak.
5. Surat Ibrahim ayat 27
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan juga di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan yang berbuat apa yang dikehendakinya.”
Dijelaskan dari ayat tersebut bahwa orang yang bersikap semaunya dan tidak jujur maka ia akan menjadi orang yang sesat.
Dalam hadits dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu juga dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta.  Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.[1]
Begitu pula dalam hadits dari Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.[2] Jujur adalah suatu kebaikan sedangkan dusta (menipu) adalah suatu kejelekan. Yang namanya kebaikan pasti selalu mendatangkan ketenangan, sebaliknya kejelekan selalu membawa kegelisahan dalam jiwa.

Perintah Jujur bagi Para Pelaku Bisnis

Terkhusus lagi, terdapat perintah khusus untuk jujur bagi para pelaku bisnis karena memang kebiasaan mereka adalah melakukan penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan barang dagangan.
Dari Rifa'ah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke tanah lapang dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual beli. Beliau lalu menyeru, “Wahai para pedagang!” Orang-orang pun memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ
Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.[3]
Begitu sering kita melihat para pedagang berkata, “Barang ini dijamin paling murah. Jika tidak percaya, silakan bandingkan dengan yang lainnya.” Padahal sebenarnya, di toko lain masih lebih murah dagangannya dari pedagang tersebut. Cobalah lihat ketidakjujuran kebanyakan pedagang saat ini. Tidak mau berterus terang apa adanya.
Keberkahan dari Sikap Jujur
Jika kita merenungkan, perilaku jujur sebenarnya mudah menuai berbagai keberkahan. Yang dimaksud keberkahan adalah tetap dan bertambahnya kebaikan. Dari sahabat Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا - أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا - فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.[4]
Di antara keberkahan sikap jujur ini akan memudahkan kita mendapatkan berbagai jalan keluar dan kelapangan. Coba perhatikan baik-baik perkataan Ibnu Katsir rahimahullah ketika menjelaskan surat At Taubah ayat 119. Beliau mengatakan, “Berlaku jujurlah dan terus berpeganglah dengan sikap jujur. Bersungguh-sungguhlah kalian menjadi orang yang jujur.Jauhilah perilaku dusta yang dapat mengantarkan pada kebinasaan. Moga-moga kalian mendapati kelapangan dan jalan keluar atas perilaku jujur tersebut.”[5]
Akibat Berperilaku Dusta

Dusta adalah dosa dan ‘aib yang amat buruk. Di samping berbagai dalil dari Al Qur’an dan dan berbagai hadits, umat Islam bersepakat bahwa berdusta itu haram. Di antara dalil tegas yang menunjukkan haramnya dusta adalah hadits berikut ini,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
Tanda orang munafik itu ada tiga, dusta dalam perkataan, menyelisihi janji jika membuat janji dan khinat terhadap amanah.[6]
Dari berbagai hadits terlihat jelas bahwa sikap jujur dapat membawa pada keselamatan, sedangkan sikap dusta membawa pada jurang kehancuran. Di antara kehancuran yang diperoleh adalah ketika di akhirat kelak. Kita dapat menyaksikan pada hadits berikut,
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ : الْمَنَّانُ, الْمُسْبِلُ إِزَارَهُ وَالْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلَفِ الْكَاذِبِ
“Tiga (golongan) yang Allah tidak berbicara kepada mereka pada hari Kiamat, tidak melihat kepada mereka, tidak mensucikan mereka dan mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih, yaitu: orang yang sering mengungkit pemberiannya kepada orang, orang yang menurunkan celananya melebihi mata kaki  dan orang yang menjual barangnya dengan sumpah dusta.”[7]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu mencela orang yang tidak transparan dengan menyembunyikan ‘aib barang dagangan ketika berdagang. Coba perhatikan kisah dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, "Apa ini wahai pemilik makanan?" Sang pemiliknya menjawab, "Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami."[8] Jika dikatakan bukan termasuk golongan kami, berarti dosa menipu bukanlah dosa yang biasa-biasa saja.
Jujur Sama Sekali Tidak Membuat Rugi
Inilah pentingnya berlaku jujur dalam segala hal, terkhusus lagi dalam hal muamalah atau berbisnis. Dalam berbisnis hal ini begitu urgent. Karena begitu banyak orang yang loyal pada suatu penjual karena sikapnya yang jujur. Namun sikap jujur ini seakan-akan mulai punah. Padahal sudah sering kita dengar perilaku jujur dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan ulama salafush sholeh lainnya. Mereka semua begitu semangat dalam memelihara akhlak yang mulia ini. Walaupun ujung-ujungnya, bisa jadi mereka merugi karena begitu terus terang dan terlalu jujur.
Bandingkan dengan perangai jelek sebagian pelaku bisnis saat ini. Coba saja lihat secara sederhana pada penjual dan pembeli yang melakukan transaksi. “Mas, HP yang saya jual ini masih awet lima tahun lagi,” ucapan seseorang ketika menawarkan HP pada saudaranya. Padahal yang sebenarnya, HP tersebut sudah jatuh sampai sepuluh kali dan seringkali diservis. Perilaku tidak jujur ini pula seringkali kita saksikan dalam transaksi online (semacam pada toko online). Awalnya barang yang dipajang di situs, sungguh menawan dan membuat orang interest, tertarik untuk membelinya. Tak tahunya, apa yang dipajang berbeda jauh dengan apa yang sampai di tangan pembeli.
Pahamilah wahai saudaraku! Jika pelaku bisnis mau berlaku jujur ketika berbisnis, mau menerangkan ‘aib barang yang dijual, tidak sengaja menyembunyikannya, sungguh keberkahan akan selalu hadir. Walaupun mungkin keuntungan secara material tidak diperoleh karena saking jujurnya, namun keuntungan secara non material itu akan diperoleh. Karena jujur, sungguh akan membuahkan pahala begitu besar. Yakinlah bahwa keuntungan tidak semata-mata berupa uang atau material. Pahala besar di sisi Allah, itu pun suatu keuntungan. Bahkan pahala di sisi-Nya, inilah keuntungan yang luar biasa. Sungguh, nikmat dunia dibanding dengan nikmat akhirat berupa pahala di sisi Allah amat jauh sekali. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَوْضِعُ سَوْطٍ فِى الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.”[9]
Ya Allah, mudahkanlah hamba-Mu untuk selalu memiliki akhlak yang mulia ini, selalu berlaku jujur dalam segala hal. Hanya Allah yang beri taufik.



 
Nah teman", saya harap kalian sudah tau mengenai definisi pengertian jujur dan dalil-dalil tentang jujur dalam islam.. terkadang banyak sekali orang mengetahui jika berbohong itu dosa, tetapi merka masih melakukan hal tersebut. sesungguhnya dari perilaku jujur, banyak sekali hikmah yang dapat kita petik.. semoga untuk orang yang masih enggan berperilaku jujur diberikan hidayah oleh Allah Swt, dan dapat istiqomah dalam hijrahnya. saya juga tak luput dari perbuatan dosa tersebut, dan smeoga kita semua diberkahi oleh-Nya serta dijaga dari perbuatan yang buruk.. Aamiinn....

Hikmah Perilaku Jujur:


1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, tidak takut akan diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.
2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya.
3. Selamat dari azab dan bahaya.
4. Dijamin masuk surga.
5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya.


Senin, 20 Maret 2017

Aurat dan Berbusana Muslim/Muslimah

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh
Bismillahirrahmanirrahim..
      Alhamdulillah saya dapat mengisi kembali blog ini atas izin Allah SWT. Kali ini, materi yang akan saya sampaikan adalah mengenai aurat dan berbusana muslim/muslimah. semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat bagi para pembaca. 

       Sebelumnya saya ingin bercerita tentang diri saya sendiri mengenai aurat, dulu sewaktu saya masih dibangku sekolah dasar, saya belum mengenakan hijab. saya dulu juga sering mengikuti acara mengenai fashion show, yaa otomatis pakaian yang saya gunakan adalah rok mini ataupun baju-baju yang kurang bahan. berlenggak lenggok layaknya seperti model. Astaghfirullah, tetapi syukurnya saat itu saya belum baligh dan belum mengetahui tentang hukum menutup aurat. Saya juga pernah sempat berfikir sama seperti beberapa orang lain yaitu, tidak apa jika tidak mengenakan hijab yang penting tidak pergaulan bebas, tidak brandal, sikapnya dijaga dan sebagainya. Ternyata pemikiran saya itu salah. Karena sesungguhnya wanita adalah perhiasan terbaik di dunia, yang mahal dan tak ternilai harganya. Jangan kau jual harga dirimu bahkan auratmu yang dipertontonkan kepada yang bukan mahram. Apalagi bagi yang sudah baligh, hendaklah ia menutup auratnya sesuai syariat syar'i. Alhamduilillah hidayah datang kepada saya, walaupun saya mengenakan hijab saat masuk SMP dan niat saya masih dengan mencoba. Awal mula saya masih mengenakan celana jeans ketat, baju ala kadarnya membentuk lekuk tubuh, kerudung yang dilipat ke bahu dan tidak menutupi dada, masih menggunakan jambul rambut yang diikat dikepala tinggi-tinggi, tidak menggunakan alas kerudung, hingga biasanya rambut masih nampak/terawang. Terkadang menggunakan baju yang menerawangi kulit, tidak menggunakan kaos kaki, dan banyak sekali kesalahan saat itu yang saya lakukan. Hingga lambat laun saya merubah penampilan secara perlahan, mulai mengetahui dan mempelajari mengenai hukum-hukum menutup aurat. 
     Dimulai dengan mengulurkan hijab yang menutupi dada, belajar menggunakan rok walaupun rasanya belum terbiasa dan agak risih. Lalu menggunakan kaos kaki, dan tidak mengikat rambut tinggi-tinggi agar tidak membentuk sanggul. Walaupun masih belang kambing hehehe tapi saya  berusaha untuk berubah. Kemudian di tahun berikutnya saya mencoba menggunakan kerudung syar'i tanpa disengaja dan menggunakan dalaman kerudung. rasanya sangat panas dan gerah di awal pemakaian, mungkin karena belum terbiasa. Hingga kening saya terkena biang keringat karena hawa panas menggunakan dalaman kerudung. Tetapi, mungkin itu baru penyesuaian awal yang terkadang tubuh kita menolak benda asing jika baru pertama kali digunakan. dan saya pun tetap belajar harus menyesuaikan diri. tetapi untuk saat ini, saya mulai nyaman dengan semuanya, mulai terbiasa dan merasa terjaga. Jika kita menggunakan jilbab syar'i bukan berarti telah menjadi orang yang suci, namun menggunakannya adalah langkah awal memperbaiki diri. Menggunakan jilbab syar'i bukan berarti menunggu diri ini suci, bersih tanpa dosa, dan akhlaknya harus sempurna. karena jika kita menunggu saat itu terjadi, kita tidak akan puas dan tidak akan menganggap diri kita ini pantas untuk menggunakannya. Semua muslimah pantas menggunakannya, karena engkau adalah seorang muslim seutuhnya.
     Sesungguhnya janganlah kau mengungkit masalalu seseorang, karena banyak perjuangan yang kamu tidak ketahui jika ia ingin berubah menjadi lebih baik, jangan saling mengunjing. Karena seseorang membutuhkan waktu untuk berubah.
 Wahai ukhti jangan kau takut atas cibiran orang lain mengenai penampilan dirimu yang berbeda, dibilang tidak trendy lah, sok suci, sok alim, emangnya ga ribet apa? gak panas apa ya? jawab aja panas di dunia gak ada apa-apanya kebanding panasnya api neraka, duh norak, seperti ibu-ibu lah, toh nantinya kita semua adalah calon ibu. Dibilang nampak gendut lah, dan sebagainya. Tetapi saya sangat bersyukur karena memiliki sahabat yang hebat, selalu mendukung tanpa hinaan dan selalu belajar memperbaiki diri bersama-sama. Saya juga berfikir, bahwa yang berhak meniliai diri manusia adalah Allah SWT. bukan hambanya yang saling mencela satu sama lain.
        Oh iyaa, wahai ukhti dengan kita menutup aurat sesuai syari'at islam, itu menandakan bahwa kita menyayangi kedua orang tua kita, apalagi untuk sang ayah. kita telah menyelamatkan dia dari salah satu dosa tanggung jawab seorang ayah kepada putrinya untuk menutup aurat. Karena selangkah seorang Perempuan keluar tanpa menutup aurat,selangkah pula Ayahnya menuju pintu neraka. "Seorang anak gadis yang sayang dengan ayahnya pasti akan menutup auratnya karena dia tidak mau ayahnya diseret ke dalam neraka" (Ustad Azhar Idrus). Hadiah yang paling baik untuk ayah adalah dengan menutup Aurat.
          sehelai rambut wanita yang dilihat oleh lelaki yang bukan mahramnya dengan sengaja maka balasannya adalah dihumban (digantung rambutnya) 70.000 tahun dalam neraka, sedangkan 1 hari di akhirat=1000 tahun di dunia. Astaghfirullah.. 
perlu diingat ya para ukhti, bahwa menutup aurat itu kewajiban muslimah di setiap waktu. Aurat wanita adalah diseluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan.
"Jika wanita mengumbar auratnya, maka pria akan mencintainya dengan nafsu."
 "Jika wanita menutup auratnya, pria mencintainya dengan iman"
Rasulullah saw. bersabda, "Wahai anakku fatimah, adapun perempuan yang akan digantungkan rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka: adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya." (HR.Bukahari dan Muslim)

PENGERTIAN
1. Makna Aurat
   Menurut bahasa, aurat berarti malu, aib, dan buruk. kata aurat berasal dari kata awira yang artinya hilang perasaan. Jika  digunakan untuk mata, berarti hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. Aurat merupakan batas minimal dari bagian tubuh yang wajib ditutupi karena Allah SWT. 

2. Makna Jilbab dan Busana Muslimah
      Jilbab adalah sebuah pakaian yang longgar untuk menutup seluruh tubuh perempuan kecuali muka dan kedua telapak tangan. Busana muslimah dapat diartikan sebagai pakaian wanita islam yang dapat menutup aurat yang diwajibkan agama untuk menutupinya, guna kemaslahatan dan kebaikan wanita itu sendiri serta masyarakat dimana ia berada. 

DALIL

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٥٩
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. al-Ahzab ayat: 59)

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ
Katakanlah (wahai Nabi Muhammad) kepada wanita- wanita mukminah, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan hiasan (pakaian, atau bagian tubuh) mereka kecuali yang (biasa) nampak darinya dan hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka (QS. an-Nur [24]: 31).

وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ
“Dan tetaplah kamu (tinggal) di rumah kamu dan janganlah kamu bertabarruj (berhias dan bertingkah laku) seperti tabarruj Jahiliah pertama.”
(QS. al-Ahzab ayat: 33)

  1. Diriwayatkan dari Bahaz bin Hakim dari kakeknya yang pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, bagian manakah dari ‘aurat kami yang boleh kami tutupi dan kami biarkan tampak?” Rasulullah menjawab, “Jagalah dan jangan kau perlihatkan ‘auratmu kecuali kepada istrimu atau kepada budak sahayamu.” HR. Abu Dawud dan At- Turmudzi
  2. Dari Abu Said Al-Khudri diriwayatkan bahwa suatu saat Nabi pernah bersabda, “Seorang pria tidak diperkenankan melihat ‘aurat wanita, begitupula wanita tidak boleh melihat ‘aurat wanita sesamanya.” HR. Muslim, Abu Daud dan At-Turmdzi.
  3. Aisyah (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) bersabda, ” Allah tidak akan menerima Shalatnya seorang wanita haid (baligh) kecuali dengan mengenakan Diriwayatkan oleh lima orang pengarang kitab induk hadits, kecuali An-Nasai.
  4. Ibn Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) bersabda, “Barang siapa mengenakan pakaian seraya menariknya dengan maksud tampil dalam keadaan sombong, maka Allah (swt) tidak akan melihatnya kelak di hari kiamat.” Ummu Salamah bertanya, “Bagaimana dengan yang diperbuat oleh kaum wanita dengan pakaian mereka yang memiliki ‘ekor?” Rasul (saw) menjawab, “Boleh mengulurkannya sejengkal”. “Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap” kata Umu Salamah. “Diulurkan lagi sehasta dan tidak boleh lebih dari itu.” HR. At-Turmudzi dan dianggap shahih olehnya.
  5. Diriwayatkan bahwa Sayyidina Ali RA pernah berkata, “Aku menghadiahkan kepada Nabi (saw) sebuah pakaian yang mengandung campuran kain sutera. Nabi kemudian mengembalikannya lagi kepadaku maka aku pun memakainya. Lantas aku melihat kemurkaan tampak pada wajah Nabi Rasulullah (saw) seraya bersabda, “Sesungguhnya aku tidak mengembalikannya kepadamu bukan untuk kau pakai, melainkan untuk kau potong-potong lalu kau jadikan sebagai kerudung bagi kaum wanita.” Hadits ini disepakati keshahihannya.
  6. Ibn Abbas berkata, “Rasulullah (saw] melaknat kalangan wanita yang meniru-niru gaya kaum pria , begitu pula sebaliknya beliau melaknat kalangan pria yang meniru-niru gaya kaum wanita.” HR. Al-Bukhari dan Abu Daud.
  7. Anas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) pernah mendatangi putrinya Fatimah Az-Zahra (ra) bersama seorang hamba sahaya yang telah diberikannya kepada putrinya, sedangkan ketika itu Fatimah mengenakan kain yang jika dengan pakaian tersebut ia menutupi kepalanya, maka kain penutup itu tidak sampai kepada kedua kakiya, dan jika kain itu digunakan sebagai penutup kedua kakinya maka kepalanya tidak tertutupi. Melihat hal demikian Rasulullah (saw) bersabda, “Hal itu tidak masalah engkau mengenakan kain penutup tersebut, karena yang ada di hadapanmu hanyalah ayah dan budak sahayamu.”
  8. Disebutkan dalam Fathul Bari fi Syarh Shahih Al- Bukhari (hal. 248/ 9) disebutkan: “Wanita dibolehkan keluar dari rumahnya secara kontinyu untuk pergi ke masjid, pasar dan perjalanan dengan syarat harus dalam keadaan mengenakan niqab penutup wajah agar mereka tidak dilihat oleh kaum pria. Sementara kaum pria tidak diperintahkan demikian. Al-Ghazali berkata, ‘Sebab, kaum pria sepanjang zaman sentiasa wajah mereka tersingkap sedangkan kaum wanita keluar dalam keadaan menutup wajah-wajah mereka.’”
  9. Masih dari kitab Fathul Bari fi Syarh Shahih Al-Bukhari (hal.248/ 9) disebutkan, Dari bab pelarangan kaum pria yang meniru gaya perempuan untuk masuk ke hadapan perempuan, disimpulkan bahwa kaum wanita seharusnya menutupi wajah mereka dari siapa saja yang bisa melihat keindahannya.
MENERAPKAN PERILAKU MULIA
1. Sopan-santu dan ramah-tamah. 
2. Jujur dan amanah.
3. Gemar beribadah.
4. Gemar menolong sesama.
5. Menjakankan amar makruf dan nahi munkar.


Alhamdulillah, terimakasih banyak kepada para pembaca, saya mohon maaf jika ada kekurangan di dalam blog saya. semoga dapat bermanfaat untuk kita semua, dan selalu diberkahi Allah SWT.
Di dalam cerita yang saya sampaikan, tidak ada niat untuk menyinggung siapapun. Semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Asma'ul Husna

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh...

Bismillahirrahmanirrahim..
Alhamdulillah pada kesempatan kali ini atas izin Allah SWT saya dapat mengisi blog pertama saya, yang berjudul al-Hasma'u al-Husna. semoga, apa yang saya tulis di blog ini, nantinya akan bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita semua. Sesungguhnya saya adalah fakir ilmu, seseorang yang masih menuntut ilmu di jenjang SMA dan masih banyak hal-hal yang saya belum ketahui. disini saya akan membagi ilmu yang telah saya dapatkan sebelumnya... 
BAB 1
ASMA’UL HUSNA

1.      PENGERTIAN
 Al-Asmau al-Husna terdiri atas 2 kata, yaitu asma yang berarti nama dan husna yang berarti baik atau indah.  Dapat diartikan bahwa al-Asma’u al-husna berarti nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah SWT. Di dalam al-Asma’u al-Husna terdapat banyak nama-nama indah yang diberikan oleh Allah SWT, contoh nama-nama al-Asma’u al-Husna adalah
No
Nama
Indonesia
       Arab
Allah
Allah
الله
1
Ar Rahman
Allah Yang Maha Pengasih
الرحمن
2
Ar Rahiim
Allah Yang Maha Penyayang
الرحيم
3
Al Malik
Allah Yang Maha Merajai (bisa di artikanRaja dari semua Raja)
الملك
4
Al Quddus
Allah Yang Maha Suci
القدوس
5
As Salaam
Allah Yang Maha Memberi Kesejahteraan
السلام
6
Al Mu`min
Allah Yang Maha Memberi Keamanan
المؤمن
7
Al Muhaimin
Allah Yang Maha Mengatur
المهيمن
8
Al `Aziiz
Allah Yang Maha Perkasa
العزيز
9
Al Jabbar
Allah Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
الجبار
10
Al Mutakabbir
Allah Yang Maha Megah, Yang MemilikiKebesaran
المتكبر
11
Al Khaliq
Allah Yang Maha Pencipta
الخالق
12
Al Baari`
Allah Yang Maha Melepaskan (Membuat,MembentukMenyeimbangkan)
البارئ
13
Al Mushawwir
Allah Yang Maha Membentuk Rupa(makhluknya)
المصور
14
Al Ghaffaar
Allah Yang Maha Pengampun
الغفار
15
Al Qahhaar
Allah Yang Maha Menundukkan / Menaklukkan Segala Sesuatu
القهار
16
Al Wahhaab
Allah Yang Maha Pemberi Karunia
الوهاب
17
Ar Razzaaq
Allah Yang Maha Pemberi Rezeki
الرزاق
18
Al Fattaah
Allah Yang Maha Pembuka Rahmat
الفتاح
19
Al `Aliim
Allah Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
العليم
20
Al Qaabidh
Allah Yang Maha Menyempitkan(makhluknya)
القابض
21
Al Baasith
Allah Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
الباسط
22
Al Khaafidh
Allah Yang Maha Merendahkan(makhluknya)
الخافض
23
Ar Raafi`
Allah Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
الرافع
24
Al Mu`izz
Allah Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
المعز
25
Al Mudzil
Allah Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
المذل
26
Al Samii`
Allah Yang Maha Mendengar
السميع
27
Al Bashiir
Allah Yang Maha Melihat
البصير
28
Al Hakam
Allah Yang Maha Menetapkan
الحكم
29
Al `Adl
Allah Yang Maha Adil
العدل
30
Al Lathiif
Allah Yang Maha Lembut
اللطيف
31
Al Khabiir
Allah Yang Maha Mengenal
الخبير
32
Al Haliim
Allah Yang Maha Penyantun
الحليم
33
Al `Azhiim
Allah Yang Maha Agung
العظيم
34
Al Ghafuur
Allah Yang Maha Memberi Pengampunan
الغفور
35
As Syakuur
Allah Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
الشكور
36
Al `Aliy
Allah Yang Maha Tinggi
العلى
37
Al Kabiir
Allah Yang Maha Besar
الكبير
38
Al Hafizh
Allah Yang Maha Memelihara
الحفيظ
39
Al Muqiit
Allah Yang Maha Pemberi Kecukupan
المقيت
40
Al Hasiib
Allah Yang Maha Membuat Perhitungan
الحسيب
41
Al Jaliil
Allah Yang Maha Luhur
الجليل
42
Al Kariim
Allah Yang Maha Pemurah
الكريم
43
Ar Raqiib
Allah Yang Maha Mengawasi
الرقيب
44
Al Mujiib
Allah Yang Maha Mengabulkan
المجيب
45
Al Waasi`
Allah Yang Maha Luas
الواسع
46
Al Hakim
Allah Yang Maha Bijaksana
الحكيم
47
Al Waduud
Allah Yang Maha Mengasihi
الودود
48
Al Majiid
Allah Yang Maha Mulia
المجيد
49
Al Baa`its
Allah Yang Maha Membangkitkan
الباعث
50
As Syahiid
Allah Yang Maha Menyaksikan
الشهيد
51
Al Haqq
Allah Yang Maha Benar
الحق
52
Al Wakiil
Allah Yang Maha Memelihara
الوكيل
53
Al Qawiyyu
Allah Yang Maha Kuat
القوى
54
Al Matiin
Allah Yang Maha Kokoh
المتين
55
Al Waliyy
Allah Yang Maha Melindungi
الولى
56
Al Hamiid
Allah Yang Maha Terpuji
الحميد
57
Al Muhshii
Allah Yang Maha Mengalkulasi (MenghitungSegala Sesuatu)
المحصى
58
Al Mubdi`
Allah Yang Maha Memulai
المبدئ
59
Al Mu`iid
Allah Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
المعيد
60
Al Muhyii
Allah Yang Maha Menghidupkan
المحيى
61
Al Mumiitu
Allah Yang Maha Mematikan
المميت
62
Al Hayyu
Allah Yang Maha Hidup
الحي
63
Al Qayyuum
Allah Yang Maha Mandiri
القيوم
64
Al Waajid
Allah Yang Maha Penemu
الواجد
65
Al Maajid
Allah Yang Maha Mulia
الماجد
66
Al Wahid
Allah Yang Maha Tunggal
الواحد
67
Al Ahad
Allah Yang Maha Esa
الاحد
68
As Shamad
Allah Yang Maha DibutuhkanTempatMeminta
الصمد
69
Al Qaadir
Allah Yang Maha MenentukanMahaMenyeimbangkan
القادر
70
Al Muqtadir
Allah Yang Maha Berkuasa
المقتدر
71
Al Muqaddim
Allah Yang Maha Mendahulukan
المقدم
72
Al Mu`akkhir
Allah Yang Maha Mengakhirkan
المؤخر
73
Al Awwal
Allah Yang Maha Awal
الأول
74
Al Aakhir
Allah Yang Maha Akhir
الأخر
75
Az Zhaahir
Allah Yang Maha Nyata
الظاهر
76
Al Baathin
Allah Yang Maha Ghaib
الباطن
77
Al Waali
Allah Yang Maha Memerintah
الوالي
78
Al Muta`aalii
Allah Yang Maha Tinggi
المتعالي
79
Al Barru
Allah Yang Maha Penderma (Maha PemberiKebajikan)
البر
80
At Tawwaab
Allah Yang Maha Penerima Tobat
التواب
81
Al Muntaqim
Allah Yang Maha Pemberi Balasan
المنتقم
82
Al Afuww
Allah Yang Maha Pemaaf
العفو
83
Ar Ra`uuf
Allah Yang Maha Pengasuh
الرؤوف
84
Malikul Mulk
Allah Yang Maha Penguasa Kerajaan(Semesta)
مالك الملك
85
Dzul Jalaali WalIkraam
Allah Yang Maha Pemilik Kebesaran danKemuliaan
ذو الجلال و الإكرام
86
Al Muqsith
Allah Yang Maha Pemberi Keadilan
المقسط
87
Al Jamii`
Allah Yang Maha Mengumpulkan
الجامع
88
Al Ghaniyy
Allah Yang Maha Kaya
الغنى
89
Al Mughnii
Allah Yang Maha Pemberi Kekayaan
المغنى
90
Al Maani
Allah Yang Maha Mencegah
المانع
91
Ad Dhaar
Allah Yang Maha Penimpa Kemudharatan
الضار
92
An Nafii`
Allah Yang Maha Memberi Manfaat
النافع
93
An Nuur
Allah Yang Maha Bercahaya (Menerangi,Memberi Cahaya)
النور
94
Al Haadii
Allah Yang Maha Pemberi Petunjuk
الهادئ
95
Al Badii
Allah Yang Maha Pencipta Yang TiadaBandingannya
البديع
96
Al Baaqii
Allah Yang Maha Kekal
الباقي
97
Al Waarits
Allah Yang Maha Pewaris
الوارث
98
Ar Rasyiid
Allah Yang Maha Pandai
الرشيد
99
As Shabuur
Allah Yang Maha Sabar
الصبور
1.      DALIL
Surat al-A’raf ayat 180 :
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٨٠)
180. hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Surat Al-Isra ayat 110 :
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا (١١٠)
110. Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”.
Surat Thahaa ayat 8 :
اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى (٨)
8. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik).
Surat Al-Hasyr ayat 24 :
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٢٤)
24. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


2.    Makna al-Karim, al-Wakil, al-Mu’min, al-Matin, al-Jami’, al-Adl, al-Akhir.
A.    Al-Karim
Secara bahasa, al-Karim berarti Yang Mahamulia, Yang Maha Dermawan atau yang maha pemurah. Secara istilah, al-Karim berarti Allah SWT. Yang Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau rezeki kepada semua makhluk-Nya.
Q.S al-infitar : 6
يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ 
Artinya : “Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah?

Al Karim ialah Dzat yang banyak memberi dan berbuat baik tanpa diminta. Berbeda dengan As-Sakhiy (dermawan) yang suka memberi karena diminta. Atas dasar inilah, Allah memberikan nama-Nya dengan Al-Karim, bukan As-Sakhiy. Ada pendapat lain mengatakan, bahwa Al-Karim artinya ialah jika mampu membalas, ia justru memaafkan; jika berjanji, ia menepati; dan jika memberi, ia melebihi apa yang diharapkan, tidak peduli berapa banyak ia memberi dan kepada siapa ia memberi. Jika timbul kebutuhan kepada selainnya, ia tidak rela. Dia tidak menyia-nyiakan orang yang berlindung atau menyerahkan diri kepadanya, dan dicukupkannya orang itu dari perantara dan pembela lain. Tidak ada yang memiliki sifat-sifat ini selain Allah SWT. Nama ini memberi pengertian istimewa tentang Allah SWT Al-Karim bermaksud:
1.       Allah SWT Maha Pemurah.
2.       Allah SWT memberi tanpa diminta.
3.       Allah SWT memberi sebelum diminta.
4.       Allah SWT memberi apabila diminta.
5.       Allah SWT memberi bukan kerana permintaan, tetapi cukup sekadar harapan, cita-cita dan angan-angan hamba-hamba-Nya. Dia tidak mengecewakan harapan mereka.
6.       Allah SWT memberi lebih baik daripada apa yang diminta dan diharapkan oleh para hamba-Nya.
7.       Allah Yang Maha Pemurah tidak kedekut dalam pemberian-Nya. Tidak dikira berapa banyak diberi-Nya dan kepada siapa Dia memberi.
8.       Paling penting, demi kebaikan hamba-Nya sendiri, Allah SWT memberi dengan bijaksana, dengan cara yang paling baik, masa yang paling sesuai dan paling bermanafaat kepada si hamba yang menerimanya.
Dengan memahami makna nama Allah Al-Kariim akan menumbuhkan sifat-sifat yang mulia dalam diri seorang muslim, di antaranya :
1.       Menanamkan sifat mulia dalam diri seorang muslim, karena Allah Mahamulia mencintai orang yang bersifat mulia.
2.       Menanamkan sifat pemurah dalam diri seorang muslim, karena di antara makna Al Kariim “Maha Pemurah“. Tentu Allah amat mencintai orang yang bersifat pemurah. Dan Allah membeci orang yang bersifat kikir.
3.       Menumbuhkan rasa cinta yang dalam diri seorang muslim kepada Allah, karena Allah bersifat Maha Pemurah. Allah memberi nikmat tanpa batas kepadanya meskipun tanpa diminta.
4.       Wajibnya memuliakan kitab Allah yaitu Al-Qur’anul Karim. Karena, Al-Quran adalah Kalam Allah yang mulia. Yang diturunkan melalui perantara malaikat yang mulia kepada Rasul yang mulia.
5.       Wajibnya memuliakan malaikat-malaikat Allah, di antaranya malaikat jibril, barang siapa yang membencinya, maka ia adalah musuh Allah.
6.       Wajibnya mencintai para rasul Allah, barang siapa yang membenci salah seorang di antara mereka, maka ia adalah musuh Allah.
7.       Menumbuhkan sifat suka memuliakan tetangga dan tamu.
8.       Menumbuhkan sifat suka pemaaf, karena Allah menyukai sifat pemaaf.
9.       Mendorong kita untuk selalu berdoa kepada Allah, karena Allah Maha Pemurah terhadap hambanya.
B.    Al-Wakil
Kata Al-wakil mengandung arti Maha Mewakili atau Pemelihara. Al-Wakil yaitu Allah SWT yang memelihara dan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.

Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 62 :

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Artinya : “Allah SWT pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu.”

Hamba Al-Wakil adalah yang bertawakkal kepada Allah SWT. Menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT melahirkan sikap Tawakal. Tawakal bukan berarti mengabaikan sebab-sebab dari suatu kejadian. Berdiam diri dan tidak peduli terhadap sebab itu dan akibatnya adalah sikap malas. Ketawakkalan dapat diibaratkan dengan menyadari sebab-akibat. Orang harus berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkanya. Rosululloh SAW bersabda “Ikatlah untamu dan bertawakkalah kepada Allah SWT.”

Manusia harus menyadari bahwa semua usahanya adalah doa yang aktih dan harapan akan adanya pertolongan-Nya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-An’am ayat 102 :

 ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لا إِلَهَ إِلا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

Artinya : “(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah SWT Tuhan kamu; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.”

Contoh perilaku yang dapat diteladani dari Sifat Al-Wakiil adalah kita harus berusaha keras dalam mengerjakan sesuatu. Setelah itu kita tawakal (menyerahkan hasilnya kepada Allah). Niscaya Allah akan memberikan hasil yang baik.

Manfaat jika kita meneladani Asmaul Husna Al-Wakil ialah :
Kita menjadi takut untuk melakukan perbuatan buruk.
Kita menjadi orang yang selalu ingin berbuat baik.
Dan kita selalu ingin beribadah kepada allah swt

C.    Al-Mu’min
Al-mu'min secara bahasa berasal dari kata amina yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Allah SWT al-mu'min artinya Dia Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluknya, terutama manusia. Keamanan dan rasa aman yang kita peroleh tidak terlepas dari kekuasaan Allah. Ketenangan hati hanya didapat bila kita dekat dengan Allah, rajin membaca Al - Qur'an, rajin sholat, dan lain - lain. Ketidak nyamanan bukan hanya akibat ulah manusia tapi bisa juga karena binatang buas, bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor dan lain - lain. Ada orang yang merasa tidak aman walaupun situasinya aman dan tentram. Sebaliknya ada orang yang merasa, tenang, tidak gelisah walaupun situasi dan keadaan genting dan kacau. Allah adalah al-mu’min yang muthlaq, karena hanya kepada-Nyalah keamanan dapat diraih dan Dia adalah pencipta keamanan, baik didunia maupun di akhirat. Allah juga Maha tepercayadalam  menepati janji-Nya.


Allah SWT bernama Al-Mu’min yang artinya Yang Maha Memberikan Keamanan atau Yang maha Terpercaya karena dalam mencantumkan wa’dun/janji-janjinya pasti tidak mungkin diingkari, pasti ditepati.

DALIL NAQLI : Al-An'am ayat 82

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

PERILAKU YANG DAPAT DITELADANI :
Kita sebagai seorang muslim hendaknya selalu berusaha menjadi orang yang dipercaya dengan selalu bersifat jujur, tidak berdusta, selalu menjaga amanah, tidak berkhianat. Selain itu kita kita berusaha untuk memberikan rasa aman, membina kehidupan yang tenang dengan tidak membuat onar, perkelahian, pertengkaran, tawuran, dan segala bentuk perbuatan yang meresahkan masyarakat. ini merupakan pengaplikasian dari sifat Allah Al-Mu’min.

D.    Al-Matin
Makna “al-Matîin” adalah Yang Maha sangat kuat. Dia Maha Mampu memberlakukan perintah dan ketentuan-Nya kepada semua makhluk-Nya (tanpa ada satupun yang mampu menghalangi). Dia mampu memuliakan siapapun yang dikehendaki-Nya dan mampu menjadikan hina siapapun yang dikehendaki-Nya. Allâh Azza wa Jalla mampu menolong siapa yang dikehendaki-Nya serta tidak menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Allah SWT adalah Maha sempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifatnya. Oleh karena itu, sifat Al-Matin adalah kehebatan perbuatan yang sangat kokoh dari kekuatan yang tidak ada taranya. Allah SWT berfirman dalam surat Az-Zariyat ayat 58 :

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Artinya : “Sungguh Allah SWT, dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.”

Dengan demikian, hamba Al-Matin adalah hamba yang dikaruniai dan diberikan oleh Allah mengetahui rahasia sifat kekuatan dan kekukuhan Allah yang meliputi segala kekuatan. Hal tersebut membuatnya berpegang teguh pada tali agamanya. Dan tidak ada sesuatupun yang dapat membuatnya berpaling. Tidak ada kesuliatan yang melelahkannya, dan tidak ada yang dapat memisahkannya dari Yang Maha Benar. Dan, dalam membela kebenaran tidak ada seorangpun yang dapat mengancam atau membuatnya diam. Seorang hamba yang menemukan kekuatan dan kekukuhan Allah akan membuatnya menjadi manusia yang tawakal, memiliki kepercayaan dalam jiwanya dan tidak merasa rendah di hadapan manusia lain. Ia akan selalu merasa rendah di hadapan Allah.  Hanya Allah yang maha menilai.  Oleh karena itu, Allah melarang manusia bersikap atau merasa lebih dari saudaranya, karena hanya Allah yang Maha Mengetahui baik buruknya seorang hamba. Allah juga menganjurkan manusia bersabar, karena Allah Maha tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Akhlak kita terhadap sifat Al-Matin adalah :
Beristiqamah (meneguhkan pendirian).
Beribadah dengan kesungguhan hati, tidak tergoyahkan oleh bisikan menyesatkan.
Terus berusaha dan tidak putus asa, serta bekerjasama dengan orang lain sehingga menjadi lebih kuat.
kuat pendirian dan keteguhan hati, tidak mudah diberikan tipu daya.

E.    Al-Jami’
Jami’ berasal dari kata jama’ah yang artinya kumpulan, lebih dari satu, banyak. Al-Jami’ secara bahasa artinya Yang Maha Mengumpulkan / Menghimpun, yaitu bahwa Allah SWT Maha Mengumpulkan/Menghimpun segala sesuatu yang tersebar atau terserak. Allah SWT Maha Mengumpulkan apa yang dikehendaki-Nya dan di manapun Allah SWT berkehendak. Penghimpunan ini ada berbagai macam bentuknya, diantaranya adalah mengumpulkan seluruh makhluk yang beraneka ragam, termasuk anusia dan lain-lainya, di permukaan bumi ini dan kemudian mengumpulkan mereka di padang Mahsyar pada hari kiamat. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 9 :

رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
Artinya : “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan maniusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya.” Sesungguhnya Allah SWT tidak menyalahi janji.”

Karena Allah mempunyai asma Al-Jami’, isi alam semesta ini yang berupa ruang angkasa, galaksi, gugusan bintang, bumi, lautan, tumbuhan, hewan, manusia, dan makhluk lainnya dapat terkumpul dengan tertib dan rapi. Benda-benda di langit dan di bumi mampu terkumpul dan beredar sesuai dengan tugasnya masing-masing atas perintah Allah SWT. Manusia dikelompokkan dengan suku-suku dan bangsa-bangsa tertentu, sedangkan tumbuhan dan hewan dikelompokkan dari kingdom sampai spesies tertentu. Begitu juga dengan makhluk-makhluk lain seperti jin, iblis, dan malaikat. Allah SWT yang mempunyai asma Al-Jami’ mampu mengumpulkan jin-jin, para iblis, dan para malaikat sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Dia juga mampu mengumpulkan tulang, urat, keringat, darah, otot, dan organ-organ lainnya hingga terhimpun menjadi makhluk yang sempurna seperti manusia.

Ada dua pelajaran yang dapat kita petik dari asma Allah al-Jami’. Pertama Allah akan mengumpulkan kita nanti pada hari Akhir. Kedua, sebagai khalifah, wakil yang dipercaya Allah untuk mengatur kehidupan alam semesta ini. Kita harus membumikan al-Jami’ dalam kehidupan. Kita harus menjadi katalisator untuk terbentuknya persatuan dan kesatuan mahkluk-makhluk Allah sehingga menjadi satu kesatuan sIstem kehidupan yang harmonis dan saling membutuhkan. contoh perilaku yang dapat diteladani yaitu seperti menjadi pemimpin, mempersatukan orang yang sedang berselisih, hidup bermasyarakat, dll.

F.    Al-Adl
Al-'Adl artinya Maha Adil. Al-‘Adl bearasal dari kata ‘adala yang berarti lurus dan sama. Keadillan Allah SWT bersifat mutlak, tidak dipengaruhi oleh apapun dan oleh siapapun. Keadilan Allah SWT juga didasari dengan ilmu Allah SWT yang Maha Luas. Sehingga tidak mungkin keputusan-Nya itu salah. Alloh adalah Pencipta segala keindahan dan keburukan, kebaikan, dan kejahatan. Allah SWT bersifat adil pada ciptaan-Nya, dalam hal ini ada rahasia yang sulit dimengerti. Tetapi setidak-tidaknya, kita memahami bahwa seringkali orang harus mengenal lawan kata dari sesuatu untuk memahaminya. Orang yang tidak pernah merasakan kesedihan, tidak akan mengenal kebahagiaan. Jika tidak ada yang buruk, kita tidak akan mengenal keindahan. Baik dan buruk sama pentingnya. Alloh menunjukkan yang satu dengan yang lain, yang benar dengan yang salah, dan menunjukkan kepada kita akibat dari masing-masingnya. Dia memperlihatkan pahala sebagai lawan kata dari siksaan. Lalu dipersilakan-Nya kita untuk menggunakan penilaian kita sendiri. Sesuai dengan takdirnya, masing-masing mendapatkan keselamatan dalam penderitaan dan rasa sakit, atau kutukan dalam kekayaan. Alloh mengetahui apa yang terbaik bagi makhluk-Nya. Hanya Alloh yang mengetahui nasib kita. Perwujudan dari nasib itu adalah keadilan-Nya.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-An’am ayat 115 :


وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya : “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur'an, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Orang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan inilah yang menunjukan orang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih. dan seorang yang adil selalu berpihak kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Maka orang yang adil akan melakukan sesuatu yang patut, tidak sewenang-wenang dan berusaha memutuskan perkara secara adil sesuai hukum yang berlaku, tidak memihak kepada siapapun dalam memutuskan suatu perkara, membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Adil juga dimaknai sebagai penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya.

Perilaku yang dapat diteladani :
Yang pertama Adil terhadap Allah Ta’ala,  yaitu dengan tidak berbuat syirik dalam beribadah kepada-Nya, mengimani nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, menaati-Nya dan tidak bermaksiat kepada-Nya, senantiasa berdzikir dan tidak melupakan-Nya serta mensyukuri nikmat-nikmatNya dan tidak mengingkarinya.
Yang kedua Adil terhadap sesama manusia, yaitu dengan memberikan hak-hak mereka dengan sempurna tanpa menzhaliminya, sesuai dengan apa yang menjadi haknya.
Yang ketiga Adil terhadap keluarga (anak dan istri), yaitu dengan tidak melebihkan dan mengutamakan salah seorang di antara mereka atas yang lainnya atau kepada sebagian atas sebagian yang lainnya.
Yang keempat Adil dalam perkataan, yaitu dengan berkata baik dan jujur tidak berdusta, berkata kasar, bersumpah palsu, mengghibah saudara seiman dan lain-lain.
Yang kelima Adil dalam berkeyakinan, yaitu dengan meyakini perkara-perkara yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih dengan keyakinan yang pasti tanpa keraguan sedikitpun dan tidak meyakini hal-hal yang tidak benar yang menyelisihi keduanya.
Yang keenam Adil dalam menetapkan hukum dan memutuskan perselisihan yang terjadi antara sesama manusia, yaitu dengan menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum dan pemutus perkara tersebut.

G.    Al-Akhir
Al Akhir artinya yang maha akhir yang tidak ada sesuatupun setelah Allah SWT. Dia Maha Kekal tatkala semua makhluk hancur, maha kekal dengan kekekalan-Nya. Adapun kekekalan makhluknya adalah kekekalan yang terbatas, seperti halnya kekekalan surga, neraka, dan apa yang ada di dalamnya. Surga adalah makhluk yang Allah SWT ciptakan dengan ketentuan, kehendak, dan perintahnya. Nama ini disebutkan di dalam firman-Nya Q.S AL-Hadid ayat 3 :

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖوَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya : “Dialah Yang Awal dan Akhir Yang Zahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala seuatu.”

Sebagai Dzat Yang Maha Akhir, Allah SWT akan tetap abadi dan kekal. Keabadian dan kekekalan Allah SWT tersebut menunjukkan bahwa Dialah satu-satunya tempat bergantung atas segala urusan kita, baik urusan di dunia maupun urusan-urusan yang akan kita bawa sampai ke akhirat kelak. Sungguh sangat merugi orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada selain Allah. Karena sesungguhnya setiap yang ada di langit dan bumi ini akan hancur. Akan tetapi jika kita bersandar penuh pada Sang Maha Kekal, pastinya kita tidak akan hancur dan terjerumus dalam kesesatan.

Apa yang dimiliki oleh hamba-hamba NYA, baik yang bersifat material dan spiritual adalah milik Allah dan akan kembali kepada-NYA. Dan Mahluk-makhluk NYA akan mempertanggung jawabkan bagaimana kita menggunakan dan menjaga apa yang telah dipinjamkan Allah kepada kita selama kita hidup. Hamba yang bertanggung jawab, melakukan perbuatannya dari awal hingga akhir karena ALlah SWT  dan demi keridhoan-NYA semata. Orang yang menegaskan al-Akhir akan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selain-Nya, tdak ada permintaan selain-Nya, dan segala kesudahan tertuju hanya kepada-Nya.

Meneladani sifat ini berarti kita menyadari bahwa tujuan akhir kita adalah kembali kepada Allah SWT . Karenanya kita harus menyiapkan bekal menempuh hari akhir dengan berbuat amal saleh.

Sekiranya, cukup sekian materi tentang Asma’ul Husna yang dapat saya sampaikan. Semoga apa yang telah saya ketik ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Saya mohon maaf, jika ada kesalahan dalam penulisan kata ataupun materi yang kurang lengkap. Sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. saya harap, kita semua selalu diberikan hidayah dan dibukakan pintu hati kita dalam beriman  kepada Allah SWT. Serta menjadikan Asma’ul Husna sebagai pedoman hidup yang harus diyakini, dipercayai, dan diamalkan.
Semoga para pembaca selalu dilimpahkan berkah, kesehatan dan rezeki dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.